NYAI AHMAD DAHLAN

Nyai Ahmad Dahlan dilahirkan di Kampung Kauman Yogyakarta yang letaknya tidak jauh dengan Masjid Agung Yogyakarta pada tahun 1872 M. Ayahnya bernama KH. Muhammad Fadhil yang merupakan penghulu keraton Yogyakarta memberinya nama Siti Walidah.

Siti Walidah sudah menunjukkan sifat-sifat kepemimpinannya sejak remaja. Beliau selalu menonjol diantara teman-teman sebayanya, terutama yang berkaitan dengan amalan keislaman dan Akhlakul Karimah. Suka memberi petunjuk dan nasehat-nasehat agama kepada teman-temannya.

Sesuai kondisi pada waktu, Siti Walidah tidak pernah belajar di sekolah, beliau dipingitan dan mendapatkan pendidikan dari orang tuanya. Selalu berada di rumah, tidak bebas bergaul dan berpergian.

Ayahnya menikahkan Siti Walidah dengan saudara sepupunya Muhammad Darwisy yang lebih dikenal dengan KH. Ahmad Dahlan. Dari pernikahannya dengan KH. Ahmad Dahlan, Siti Walidah dikarunia anak enam orang.

Setelah diangkat menjadi ketua Aisyiyah yang pertama, beliau selalu aktif memimpin Aisyiyah dan menjadi mubalighat menyampaikan ajaran Islam dan cita-cita Aisyiyah. Dengan suaranya yang lembut tetapi lantang beliau berceramah dimana-mana. Cita-cita Aisyiyah selalu dikumandangkan dengan bangga dan percaya pada diri sendiri, beliau sangat yakin akan kebenaran cita-cita Aisyiyah dan kebenaran ajaran Nabi Muhammad SAW.

Siti Walidah atau orang lebih mengenalnya Nyai Dahlan, walaupun bukan termasuk orang kaya, tetapi sangat dermawan. Beliau tidak pernah lalai mengisi celengan di depan musholla Aisyiyah di Kauman. Dan setiap orang yang datang kepada beliau selalu puas mendapatkan bantuan nasehat dari beliau.

Nyai Dahlan termasuk salah seorang perintis sekolah khusus untuk putri Islam, pengajian untuk wanita Islam dan asrama buat pelajar putri Islam. Asrama putri yang beliau selenggarakan adalah di rumah beliau sendiri. Tidak hanya semata-mata asrama untuk penampungan anak-anak sekolah dari luar luar Yogyakarta, tetapi dalam rangka mempermudah mengajarkan ajaran Islam serta mengontrol langsung amal ibadah mereka dan melatih mereka berorganisasi, agar mereka menjadi kader putri Islam yang shalehah.

Nyai Dahlan juga menanamkan rasa pembelaan tanah air dan keinginan berjihad untuk membebaskan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda. Bagi Nyai Dahlan antara da’wah Islam dan membela tanah air dari belenggu penjajahan tidak dapat dipisah-pisahkan, sama-sama wajib hukumnya. Itulah sebabnya, ketika beliau sakit selalu mengingatkan agar para pejuang kemerdekaan senantiasa mengadakan pendekatan dengan Allah SWT. Pesan-pesan seperti itupun disampaikan kepada Jendral Sudirman, Bung Tomo dan Bung Karno ketika berkunjung menengok Nyai Dahlan di rumahnya.

Nyai Dahlan akhirnya mendapat panggilan kehadirat Allah SWT pada tanggal 31 Mei 1946 dan dimakamkan di halaman belakang masjid Agung Kauman Yogyakarta. Ketika berlangsung Muktamar Muhammadiyah ke-38 di Ujung Pandang (Makasar), Pemerintah RI mengumumkan putusan bahwa Nyai Dahlan adalah seorang Pahlawan Nasional.


Sumber :

Buku Sumber Pembelajaran Kemuhammadiyahan untuk Sekolah Dasar Muhammadiyah disusun oleh TKP Al Islam dan Kemuhammadiyahan dan diterbitkan oleh Majlis Pendidikan Dasar dan Menengah Muhammadiyah PWM Provinsi DKI Jakarta
Tags: , ,