KH. AHMAD DAHLAN

KH. Ahmad Dahlan dilahirkan di Kampung Kauman Yogyakarta yang letaknya tidak jauh dengan Masjid Agung Yogyakarta pada tahun 1285 H yang bertepatan dengan tahun 1868 M. Ayahnya bernama KH. Abu Bakar bin KH. Sulaiman yang merupakan penghulu keraton Yogyakarta memberi nama Muhammad Darwisy. Beliau adalah anak keempat dari tujuh bersaudara, semuanya perempuan kecuali adik bungsunya.

Muhammad Darwisy termasuk anak yang cerdas dan suka membawa buku catatan kemana saja ia pergi. Ia pun suka bertanya dan selalu bertanya kepada siapa saja yang dianggap mengetahuinya. Beliau mudah mencerna dan menyerap setiap pelajaran yang diterimanya, seakan-akan pelajaran yang beliau terima ditelan dengan cara menghafal diluar kepala. Beliau sangat fasih berbahasa Jawa. Dalam belajar, beliau ulet dan ingin tahu segala sesuatunya dengan mengamalkannya tanpa menunggu terlalu lama, walau kesenangannya sama seperti anak-anak yang lain, yaitu bermain layang-layang dan bermain gasing.

Muhammad Darwisy banyak memiliki guru, baik ilmu Qur’an, Hadits, Fiqih, maupun ilmu lainnya, yakni :
1. KH. Abu Bakar yang mengajarkan Al Qur’an sehingga beliau khatam pada usia 8 tahun.
2. KH. Muhammad Saleh yang mengajarkan ilmu Fiqih
3. KH. Mukhsin
4. KH. R. Dahlan yang mengajarkan ilmu Falak
5. K. Mahfudh dan Syekh Khayyat yang mengajarkan ilmu Hadits
6. Syakli Amin dan Sayyid Bakri Sattah yang mengajarkan ilmu Qiro’ah
7. Syekh Hasan yang mengajarkan ilmu meramu obat
8. KH. Abdul Hamid
9. KH. M. Nur Syekh M. Jamil Jambek di Bukit Tinggi
10. R. Sosrogondo dan R. Wedana Dwijosiwono yang mengajarkan tentang administrasi dan organisasi

Muhammad Darwisy tumbuh sebagai pemuda yang berperawakan sedang, tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu pendek. Wajahnya tampan dan berkulit sawo matang. Penglihatannya tajam dan redup.

Muhammad Darwisy dikenal pemuda yang alim, sholeh, dan juga suka menolong teman-temannya. Pergaulannya luas dan suka memberi petunjuk dan nasihat kepada teman-temannya. Namun, beliau juga suka bekerja seperti pemuda lainnya, yaitu membatik yang merupakan pekerjaan penduduk kampung Kauman dan sebagai mata pencaharian.

Pada tahun 1890 M, Muhammad Darwisy melaksanakan perintah Allah dalam Rukun Islam yang kelima, yaitu pergi haji jika mampu. Beliau berjumpa dengan ulama Mekkah, dan para ulama Mekkah memberi nama kepada beliau Ahmad Dahlan, kelak nama itu yang lebih dikenal oleh masyarakat Indonesia maupun dunia daripada nama ketika beliau kecil dari ayahnya, Muhammad Darwisy.

KH. Ahmad Dahlan menikah dengan Siti Walidah atau Nyai Dahlan. Siti Walidah binti HM. Fadhil merupakan saudara sepupu KH. Ahmad Dahlan yang dilahirkan pada tahun 1872 M di Kauman Yogyakarta.

Dari perkawinan KH. Ahmad Dahlan dengan Siti Walidah dikarunia anak enam orang, yakni :
1. Johannah
2. Shiradj Dahlan
3. Siti Busyro
4. Siti Aisyah
5. Irfan Dahlan
6. Siti Zuharoh

KH. Ahmad Dahlan mulai mengumpulkan teman-teman yang sebaya dengan beliau lalu diberi penjelasan tentang kebaikan dan keindahan agama Islam yang murni dan sempurna. Supaya ajaran Islam itu tetap murni, maka pemuda Islam harus mempelajari Islam dari pangkal dan sumbernya yang asli, yaitu Al Qur’an dan Al Hadits. Gerakan kembali kepada Al Qur’an dan Hadits inilah yang menjadi modal perjuangan KH. Ahmad Dahlan.

Sebelum Muhammadiyah berdiri, KH. Ahmad Dahlan berjuang dengan aktif dalam organisasi lain seperti : Jamiyatul Khair, Boedi Oetomo, dan Syarekat Islam

KH. Ahmad Dahlan sebelum memberi nama organisasi yang dipimpinnya terus menerus meminta pertolongan kepada Allah SWT dengan cara istikharah, ini bertujuan agar Allah SWT memberi nama organisasinya dengan nama yang bagus dan bermakna. Hasil dari istikharah KH. Ahmad Dahlan yang berulang-ulang kali membuahkan hasil dengan nama yang diinginkan, yaitu Muhammadiyah.

Muhammadiyah berasal dari kata Muhammad, maksudnya ialah sebagai pengikut Nabi Muhammad SAW. Ini bertujuan agar semua amal ibadatnya sesuai dengan contoh teladan dari Nabi Muhammad SAW.

Pada tanggal 18 Dzulhijjah 1330 H bertepatan dengan tanggal 18 November 1912 M Muhammadiyah didirikan dan KH. Ahmad Dahlan langsung memimpinnya dibantu sahabat-sahabat, murid-murid beliau, tertutama istri beliau, Nyai Dahlan.

KH. Ahmad Dahlan sangat disiplin dan teratur dalam bekerja dan beribadah. Kemauannya keras dan bekerja tanpa mengingat waktu. Waktu istirahatnya cukup diwaktu melaksankan shalat lima waktu.

Ketika beliau sakit karena kepayahan, dokter menasehati agar beliau istirahat saja dahulu supaya kekuatannya pulih, tetapi beliau hanya menjawab “Saya harus bekerja keras untuk meletakkan batu pertama dari amal yang besar ini. Apabila saya harus berhenti karena sakitku ini, tidak ada orang yang yang sanggup meletakkan dasar dari cita-citaku ini.”

Selanjutnya beliau berkata : “Saya sudah merasa bahwa ummatku ini tidak akan lama dan panjang. Apabila yang tinggal sedikit ini secepatnya saya selesaikan, maka akan mudah bagi yang datang kemudian menyempurnakannya.”

KH. Ahmad Dahlan bekerja keras hampir sebelas tahun lamanya membangun dan membesarkan Muhammadiyah. Walau sakit tidak beliau rasakan, sampai akhirnya pada tanggal 23 Februari 1923 KH. Ahmad Dahlan wafat dan dimakamkan di Karangkejan Yogyakarta.

Sewaktu sakitnya, KH. Ahmad Dahlan dirawat oleh tiga orang dokter, yakni :
1. Dokter Zede, berkebangsaan Belanda
2. Dokter Van Den Borne, berkebangsaan Jerman
3. Dokter Afringa, berkebangsaan Belanda



Sumber :

Buku Sumber Pembelajaran Kemuhammadiyahan untuk Sekolah Dasar Muhammadiyah disusun oleh TKP Al Islam dan Kemuhammadiyahan dan diterbitkan oleh Majlis Pendidikan Dasar dan Menengah Muhammadiyah PWM Provinsi DKI Jakarta
Tags: , ,